Albert Febriano Setiawan 16.I1.0022
Leandro Carlos 16.I1.0200
Fabianus Bintang 16.I1.0151
Andreas
A. Rizki 16.I1.0062
Christian Eko 16.I1.0038
1. PENDAHULUAN
Tradisi dan adat istiadat merupakan tata kelakuan yang
kekal dan turun temurun dari generasi ke generasi
lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku
masyarakat dan juga merupakan
ciri
khas suatu daerah yang melekat sejak dahulu kala dalam diri masyarakat yang
melakukannya. Indonesia meadalah
negara yang majemuk dimana terdiri dari
banyak suku bangsa yang memiliki ci khasnya masing-masing.
Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang masih memegang
tradisi dan kepercayaan yang merka dapatkan secara turun temurun dari nenek
moyang mereka. Kepercayaan dan tadisi ini mereka tuangkan dalam berbagai
kegiatan yang mereka lakukan dalam siklus kehidupan
manusia Jawa, yaitu Metu-Manten-Mati
(Lahir-Pernikahan-Kematian).
Dalam melakukan upacara adat masyarakat Jawa masih mengenal
“sesaji”. Bahkan sampai sekarang, masih ada banyak masyarakat Jawa yang
meneruskan tradisi sesaji. Ada bermacam-macam sesaji dalam kehidupan masyarakat
Jawa, salah satunya adalah sesaji dalam pernikahan. Di dalam sesaji pernikahan
sendiri, ada empat jenis sesaji, yaitu: Sesaji Pasang Tarub, Sesaji Siraman,
Sesaji Midadareni, Sesaji Panggih/Temu.
Pernikahan merupakan
wujud pertalian cinta
kasih dan rasa sayang
antara dua orang lawan jenis dalam mengarungi sebuah rumah tangga bersama. Pada dasarnya pernikahan
dilandasi rasa cinta antar kedua belah pihak. Keputusan menikah adalah hal yang
sangat besar dalam perjalanan hidup manusia. Maka dari itu upacara
perkawinan merupakan upacara yang sakral dalam meneguhkan suatu pernikahan. Pada zaman yang serba modern saat ini
masih bisa ditemui pernikahan menggunakan upacara adat serta ritual pernikahan, khususnya pada perkawinan adat Jawa.
Tradisi kuno masyarakat Jawa memiliki tata cara
lengkap dalam pernikahan; sebelum pernikahan, hari pelaksanaan, dan sesudah
pernikahan. Meskipun zaman semakin berkembang, namun kebiasaan untuk tetap
mempertahankan tradisi tetap dipegang kuat. Seperti Sajen Pasang Tarub yang
masih terus dipelihara oleh masyarakat Jawa saat ini. Di antara semua sesaji,
Sesaji Pasang Tarub adalah sesaji yang paling lengkap. Salah satu sesaji yang
ada dalam rangkaian Sesaji Pasang Tarub bisa ditemukan pada sesaji Buncalan dan sesaji
lainnya
seperti sesaji tumpeng megana, sesaji brokohan, sesaji pisang sanggan , dan
esaji lainnya. Setiap sesaji
memiliki maknanya sendiri-sendiri. Bahkan cara pembuatan dan penyajiannya pun
berbeda-beda. Kekayaan makna dalam sesaji ini menggambarkan roda hidup,
lika-liku dan naik turun kehidupan manusia, dari lahir hingga kematian.
Saat
ini telah upacara perkawinan banyak mengalami perbedaan karena perubahaan dalam
masyarakat. Meski begitu, kebanyakan orang Jawa tetap menjunjung tinggi tradisi
Jawa dalam menyelenggarakan pernikahan. Banyak pula yang ingin terus
melestarikan budaya. Pada dasarnya, upacara pernikahan terdiri dari 3 tahap
yaitu pra-mantu, mantu dan pasca mantu. Ketiga tahap tersebut banyak yang harus
dipersiapkan seperti perangkat peralatan, hidangan serta dekorasi.
Masing-masing memiliki makna yang mendalam seperti ucapan syukur dan harapan
pengantin untuk hidup harmonis dan sejahtera baik dalam keluarga dan di
masyarakat.
Dalam tugas mata kuliah Pengetahuan Bahan Pangan
yang diberikan ini kami akan mencoba untuk melihat serta mencari tahu jenis
makanan adat Jawa khusus upacara pernikahan. Beberapa poin yang akan dibahas
yaitu jenis makanan tersebut disajikan, cara membuatnya, kualitas bahan yang
baik. Peranan maupun nilai dan simbol dari makanan tersebut. Serta refleksi
yang dapat dipelajari dari mengetahui jenis makanan tersebut. Informasi ini
selain untuk memenuhi tugas sekaligus untuk menyebarluaskan pengetahuan budaya
lokal mengenai jenis makanan adat Jawa khusus yang terdapat pada upacara
pernikahan.
2.
PEMBAHASAN
Pada tugas ini kami akan mencoba membahas jenis
sajian adat Jawa khusus pada upacara pernikahan yaitu nasi tumpeng lima warna atau biasa disebut sajen
buncalan. Sajen buncalan ini biasanya
disajikan pada saat upacara Tarub.Tradisi Tarub
merupakan salah satu kegiatan persiapan orang Jawa yang akan menyelenggarakan
hajat “mantu” menikahkan anaknya. Tarub berasal dari kata ditata
karep ben murup (ditata agar lebih hidup), kegiatan ini berupa penataan
ruang dan pemasangan tenda di sekitar rumah yang punya hajat untuk
dijadikan sebagai tambahan ruang bagi para tamu maupun para rewang
yang membantu jalannya acara pernikahan. Tradisi Tarub biasanya
dilakukan setelah acara Kumbokarnan
dan dikerjakan empat-tujuh hari menjelang upacara panggih.
Panggih dalam bahasa Jawa berarti bertemu, merupakan budaya
tradisional yang dilaksanakan setelah acara akad nikah. Maknanya agar pasangan
yang baru menikah dapat menjalani kehidupan rumah tangga mereka dengan bahagia
dan sejahtera diiringi restu dari kedua orang tua serta sanak saudara. Biasanya
upacara ini dilakukan di rumah pengantin wanita. Sedangan acara rapat bersama untuk membahas persiapan pesta
pernikahan di Jawa sering disebut Kumbokarnan, acara
ini biasanya dilakukan dua minggu atau minimal satu minggu menjelang acara
pernikahan dilangsungkan. Semangat gotong royong tercemin dalam acara kumbokarnan
ini, dari para remaja hingga yang tua saling berbagi tugas untuk mengemban
tanggung jawab dalam rangka mensukseskan jalannya pesta pernikahan.
Sajen bucalan diadakan dengan tujuan mengharapkan
pertisipasi dari para baurekso (makluk yang tidak kelihatan), untuk
menjaga jalan-jalan yang akan di lalui pengantin dan juga di tempat-tempat yang
akan di pakai sebagai tempat upacara. Mereka di minta
supaya tidak mengganggu pengantin sekalian dan beserta orang tuanya, keluarga,pengiringnya ,tamu-tamu, para
panitia serta para pembantu dan lain-lain.
Sajen bucalan harus sudah di buang pada hari kedua
atau ketiga sebelum pelaksanaan tarub dan upacara manten.sajen itu harus di
buang di beberapa tempat(sedut rumah,perempatan jalan,sumur,wc,atau tempat
keramat).semuanya di tempatkan pada sebuah ancak-ancak(terbuat dari pelepah
pisang yang berbentuk bujur sangkar dan di beri anyaman belahan bambu lalu di
tancapkan pada masing-masing sisi bagian dalam bujursangkar dan di beri alsa
daun pisang). Sajen ini di
buat dengan 5 macam tumpeng kecil yang terbuat dari beras ketan berwarna
hitam,biru,hijau,merah,dan kuning,seiris buah sri kaya,apel,jeruk,sebuah
anggur,dua butir manggis,du keping uang recehan,sebatang rokok,dan sekerat
daging.
Menurut Mbah
Lanjar, seorang sesepuh di Genuksari RT 06, RW 07 Semarang, lima warna di dalam tumpeng memiliki makna yang berbeda-beda. warna
hitam .menunjukan arah mata angin utara, dan
yang bertahta di utara adalah dewa wisnu. Warna kuning
menunjukan arah mata angin timur tempat bertahta dewa indra. Warna
merah arah mata angin selatan yang bertahta dewa yahma. Warna
biru menunjukan arah mata angin bara tempat bertahta dewa waruna. Begitu
juga dengan buah,uang logam,rokok dan daging semuanya memiliki artinya yang
berbeda-beda. Buah sri kaya menunjukan simbol sifat sombong,
buah jeruk simbol sifat asam,buah anggur sifat memabukan, semua buah-buahan di
buat seiris dengan maksud untuk di buang, daging mentah makna nafsu binatang
dan uang logam juga unsur terjadinya bumi(kotoran) yang juga harus ikut di
buang.
Berikut
merupakan bahan dasar, cara pembuatan Tumpeng lima warna serta kandungan dan manfaat dari Tumpeng lima warna itu sendiri
Bahan-bahan dasar :
·
½ kg beras
·
5 pewarna
merah, hitam, biru, hijau, dan kuning. Bisa pewarna alami
( dedaunan,
kunyit, bungan, dan buah) atau pewarna buatan pabrik).
Cara Membuat :
1.
Beras dimasak hingga matang dan menjadi
nasi.
2.
Ambil
salah satu pewarna secukupnya, lalu tuangkan dalam piring yang telah diberi
air. Maukan sedikit demi sedikit nasi ke dalamnya. Campur hingga merata.
Lakukan dengan cara yang sama pada semua warna.
3.
Ambil
selembar daun pisang atau kertas minyak lalau dibuat kerucut, dengan tinggi ±
5-10 cm dan diameter ± 3-5 cm. Nasi yang sudah berwarna dicetak dalam kerucut
dan dipadatkan. Setelah selesai, lepaskan nasi dari kerucutnya
4.
Letakan
lima tumpeng warna di tengah-tengah ancak yang telah diberi alas daun pisang.
Kemudian lengkapi dengan sajen lainnya seperti buah srikaya, apel, jeruk,
sebuah anggur, dua butir manggis, dua lempengan uang logam, sebatang rokok, dan
sekerat daging sapi.
Kandungan
nilai gizi yang terdapat di dalam Nasi kuning ( tumpeng) (per 100 gram)
NO
|
Nama Kandungan
|
Besar
|
1
|
Energi
|
150 kkal
|
2
|
Protein
|
2,99 gr
|
3
|
Lemak
|
0,27 gr
|
4
|
Karbohidrat
|
32,96 gr
|
5
|
Kalium
|
70 mg
|
6
|
Sodium
|
869 mg
|
7
|
serat
|
0,6 g
|
8
|
gula
|
0,62 g
|
Manfaat
- Mempercepat penyembuhan luka
- Meredakan deman dan flu
- Mencegah penyakit hepatitis
- Mencegah penuaan kulit
- Mencegah kanker
- Meredakan maag
- Mengatasi peradangan
- Mengatasi jerawat
- Mengobati asma
- Mencegah diabeter
5.
PENUTUP
Pada pemberian tugas mata kuliah
Pengetahuan Bahan Pangan ini banyak sekali yang kami dapat. Dari mulai mengenai
pernikahan adat Jawa itu sendiri atau serta jenis hidangan didalamnya yang
belum kami tahu sama sekali. Sangat berkesan bisa mengetahui berbagai tradisi pernikahan adat
Jawa agar tetap terus ada dan dilestarikan. Mengetahui tata cara pernikahan
adat Jawa sebagai persiapan untuk masa yang akan datang. Mengetahui komposisi
bahan pangan pada makanan & minuman adat dan kandungan nutrisinya. Serta mengetahui
fungsi dan filosofi makanan yang terdapat di pernikahan adat Jawa. Dari sini
kami sebagai generasi muda seharusnya bangga dengan kebudayaan kita sendiri.
Kita juga harus tetap mengikuti perkembangan globalisasi namun sebagai warga
Indonesia kita juga perlu melestarikan budaya yang ada, seperti halnya yang
kami bahas pada tugas ini.
6.
REFLEKSI
Menurut pendapat kelompok kami semakin
berkembangnya jaman, semakin pula hilangnya adat-adat tradisional yang ada.
Sebenarnya negara ini adalah negara yang sangat kaya raya akan adat istiadat
khususnya seperti yang dibahas pada makalah ini yaitu pernikahan adat jawa. Banyak
sekali makanan adat atau khas yang memiliki makna yang sangat dalam yang harus
ada di pernikahan adat jawa seperti
tumpeng lika warna. Karena modernisasi yang terjadi penyajian tumpeng
lima warna pun tergeser oleh makanan-makanan modern. Dan banyak nilai-nilai
adat luhur yang sudah mulai dilupakan. Menurut kelompok kami semoga budaya dan
adat yang ada tidak dilupakan seutuhnya namun masih tetap harus dilestarikan
agar tidak punah dan masih bisa dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.
7.
DAFTAR
PUSTAKA
Diperoleh pada 24 Juni https://books.google.co.id/books?id=YDaeJa-lr-8C&printsec=frontcover&dq=perkawinan+jawa&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiituiS2IfVAhUQUI8KHcSrApwQ6AEILTAC#v=onepage&q=perkawinan%20jawa&f=true “27 Resep Sajen Perkawinan Pasang Tarub Jawa”.
https://books.google.co.id/books?id=7XnEB1PJhSsC&pg=PA7&dq=perkawinan+jawa&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi03JDE2YfVAhXGrY8KHTlbC8I4ChDoAQguMAI#v=onepage&q=perkawinan%20jawa&f=false. “Ritual dan tradisi
Islam Jawa: ritual-ritual dan tradisi-tradisi tentang kehamilan, kelahiran,
pernikahan, dan Kematian dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Islam Jawa”. Oleh Muhammad Sholikhin
Kristina Ananingsih. V. (2014). Preserving Local Knowledge: “Javanese
Wedding Ceremony: Food and Layout Aspects”..Diperoleh pada 25
Juni 2017. http://ebook.undk.asia/blog/2016/04/22/javanese-wedding
baru tahu ada tumpeng 5 warna
ReplyDeletebeda tepung tapioka dan maizena