Tuesday, May 30, 2017

UBI UNGU


Disusun oleh :

Felicia Elisabeth                      16.I1.0007
Lie, Chandra Lukman            16.I1.0043
Fang, Andreas Leonardo        16.I1.0077
Yohanes Bosko Denny A.N   16.I1.0114
Steven Caprileo                       16.I1.0121

KLASIFIKASI
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Super Divisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Solanales
Famili: Convolvulaceae
Genus: Ipomoea
Spesies: Ipomoea batatas

Secara umum, kandungan gizi ubi ungu menyerupai ubi jalar, yaitu tinggi akan karbohidrat, vitamin, serta mineral. Vitamin yang terkandung di dalamnya meliputi vitamin A (beta-karoten), vitamin C, vitamin B1 (thiamin), vitamin B2 (riboflavin). Sedangkan mineral yang terkandung di dalamnya adalah zat besi (Fe), fosfor (P), kalsium (Ca), dan natrium (Na). Kandungan lainnya adalah protein, lemak, serat kasar, kalori, dan abu. Ubi ungu memiliki kandungan beta-karoten paling tinggi dibandingkan varietas ubi jalar lainnya. Selain zat gizi, seperti spesies ubi jalar lainnya, ubi ungu juga memiliki zat antigizi, yaitu tripsin inhibitor. Zat ini dapat mengambat kerja tripsin dalam memecah protein sehingga menyebabkan terganggunya pencernaan protein dalam usus. Karena tumbuh di lingkungan subtropik, ubi ungu memiliki suhu optimum 55–60ºF/ 13–16ºC. Proses pemanisan pada ubi ungu terjadi secara enzimatis. Pati akan diubah oleh enzim menjadi disakarida yaitu maltosa melalui proses pemasakan.


Mutu yang dapat diterima oleh BSN secara umum adalah tidak berbau asing, bebas hama dan penyakit, bebas bahan kimia, memiliki keseragaman warna, bentuk dan ukuran umbi, mencapai masak fisiologis optimal, serta dalam keadaan bersih.
No
Komponen Mutu
Mutu
I
II
III
1
Berat Umbi (g/umbi)
>200
100-200
75-100
2
Umbi cacat (per 50 biji) maks
Tidak ada
3 biji
5 biji
3
Kadar air (%b/b, min)
65
60
60
4
Kadar serat (%b/b, maks)
2
2,5
>3
5
Kadar pati (%b/b, min)
30
25
25

Penanganan pasca panen bertujuan mempertahankan mutu produk agar tidak banyak perubahan sampai ke tangan konsumen dengan menekan kehilangan karena penyusutan dan kerusakan.
Jika dikelompokkan secara lebih detail, perubahan kualitas selama pasca panen dibagi menjadi 2:
     Kualitatif : kerusakan akibat perubahan biologis (mikroorganisme, respirasi, transpirasi, dll), perubahan fisik (tekanan, getaran, suhu, kelembaban) serta perubahan kimia dan biokimia (reaksi pencokelatan, ketengikan).
     Kuantitatif : kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian dikarenakan penanganan pasca panen yang tidak memadahi.
Setelah ubi ungu dipanen, masih mengalami kegiatan respirasi dan transpirasi.
     Respirasi tanaman dilakukan dengan memcah karbohidrat selama proses fotosintesis dengan ketersediaan oksigen menjadi karbondioksida, air dan energi.
     Transpirasi adalah proses pelepasan air sehingga tanaman yang telah dipanen akan cenderung kekurangan air akibat adanya penguapan.

Ubi jalar ungu sangat bermanfaat karena mengandung zat antosianin. Pemrosesan alternatif ubi ungu yaitu dapat dibuat dalam bentuk kering misalnya beras ubi. Bagian yang paling bermanfaat adalah akarnya yang memiliki kandungan gizi yang paling tinggi. Pemrosesan lainnya seperti :
            daun : sayuran ,pakan ternak
            batang : bahan tanam
            kulit ubi : pakan ternak
            ubi segar : bahan makanan
            tepung : makanan
            Pati : fermentasi, pakan ternak ,asam sitrat


Alternatif produk dengan bahan dasar ubi ungu yang dapat dikembangkan antara lain :
      Produk olahan dari ubi ungu segar contohnya ubi rebus ,ubi goreng ,ubi timus, kolak ,nogosari, getuk dan pie
      Produk ubi jalar siap santap seperti kremes,saos, selai, biskuit , kue dan roti, manisan
   Produk ubi jalar siap masak umumnya berbentuk produk instan seperti sarapan chip, bakmi, bihun
      Produk ubi jalar bahan baku bentuk bersifat kering berupa bahan setengah jadi misalnya gaplek ,tepung ubi, pati ,selai

DAFTAR PUSTAKA
Juanda, Dede & Bambang, Cahyono. 2009. Ubi Jalar Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Penerbit                 Kanisius. Yogyakarta

McGee, Harold. 2004. On Food and Cooking. Scribner.

Tuesday, May 23, 2017

MILET

I.                   

          Oleh : 
           Anastasia Yolanda /16.I1.0017
Jessica Stephanie/ 16.I1.0132
Thalia Susanti/ 16.I1.0137
Agnes Vania/ 16.I1.0141

Lia Wahyu A/ 16.I1.0149
            DESKRIPSI MILET

Millet merupakan tanaman pangan serealia non-beras. Millet memiliki biji yang berukuran kecil,  dapat hidup pada kesuburan tanah yang rendah, kelembaban rendah, dan kondisi lingkungan yang panas. Millet tidak memiliki musim dan bisa ditanam sepanjang tahun  dengan mempertimbangkan kondisi pertumbuhannya.. Millet tidak membutuhkan jenis tanah khusus sehingga bisa ditanam dimana saja dengan cara ditabur. Namun pertumbuhannya baik ditanah yang berkadar garam tinggi atau pH rendah. Millet dapat tumbuh di daerah-daerah lain dimana tanaman serealia lain seperti jagung atau gandum tidak dapat bertahan. Milet temasuk tanaman ekonomi minor namun memiliki kandungan gizi yang mirip dengan tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung, gandu, dan tanaman biji-bijian yang lain karena tanaman milet sendiri tergolong jenis tanaman biji-bijian.
II.                
            STRUKTUR MILET

Terlihat beberapa bagian dari biji millet, diantaranya adalah endosperma, endosperma merupakan bagian penting pada semua  jenis millet. Millet mempunyai  suatu aleuron lapisan tunggal yang  melingkari endosperma. Sel aleuron mempunyai bentuk segiempat dengan sel yang tebal. Bagaimanapun juga  tipe endosperm  murni   hanya   pada   lapisan aleuron pada  semua   jenis   millet memiliki sedikitnya  satu  lapisan  peripheral  endosperm,  yang mana  secara  khas memiliki  kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan bagian lain dari endosperm. Sel-sel endosperm terdiri  dari granula-granula tepung/kanji yang menempel pada matriks protein. Bagian granula-granula tepung berbentuk bola dan berubah bentuk menjadi poligonal pada saat berada dalam area corneus dan endosperm. Millet mempunyai dua lapisan epikarp yang tebal, dan untuk mesokarp bervariasi pada tingkat ketebalannya, hal ini dikarenakan faktor genetik, sedangkan untuk lapisan endokarp berisi sel.

III.             JENIS MILET
1.      Proso Millet: Pertama kali ditemukan tumbuh di North Dakota. Proso Millet banyak tumbuh di Amerika Uni Soviet, China, India, dan Eropa Barat. Millet ini bisa ditumbuhkan pada berbagai jenis tanah. Proso millet digunakan sebagai seperti pasta kacang tanah basah atau bubur yang direbus.
2.      Pearl Milet: Pearl Millet adalah jenis millet yang paling banyak dibudidayakan. Di India, Namibia, dan Nigeria, milet dijadikan sebagai makanan pokok. Millet diolah menjadi tepung, bubur atau dijadikan sebagai minuman yang difermentasi.
3.      Foxtail Millet: Tumbuh baik di kondisi semi-kering dan memiliki waktu tumbuh yang cepat sehingga bisa ditanam menjelang akhir musim penanaman.
4.      Finger Milet : Finger milet tumbuh di daerah tropis sampai ketinggian 2400 m. Suhu potimum pertumbuhannya 18-27◦C. Jenis ini membutuhkan curah hujan 750 mm pada saat tumbuh. Jenis ini tidak setoleran sorgum. Di India, finger millet biasanya diolah menjadi tepung. Tepung finger millet dikonsumsi dengan cara dicampur dengan susu, air rebus atau yoghurt, atau diolah menjadi adonan dan dibentuk menyerupai bola. Di Nepal, milet difermentasi dan digunakan untuk membuat bir atau minuman keras. Di Vietnam, finger millet digunakan sebagai obat bagi wanita ketika mereka melahirkan. Selain itu digunakan pula untuk makanan bayi. Di Sri Langka, finger millet disebut Kurakkan dan dibuat menjadi roti tebal berwarna coklat dengan kelapa.

IV.             Kandungan Gizi
 Milet adalah sumber utama energi, protein, vitamin dan mineral untuk jutaan orang termiskin di daerah di mana milet dibudidayakan. Milet, seperti sorgum, umumnya mengandung protein 9 sampai 13%. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan jagung, millet adalah 8-60% lebih tinggi pada protein kasar, dan 40% kaya akan asam amino lisin dan metonin.
Millet mengandung lebih banyak kalori dibandingkan  gandum, mungkin karena kandungan minyaknya lebih tinggi 4,2% yaitu 50% nya poliunsaturated. Millet kaya akan vitamin B1. Millet adalah gluten free greain dan satu-satunya biji-bijian yang mempertahankan sifat alkali setelah dimasak. Sehingga sangat ideal untuk penderita alergi gandum.
Milet merupakan biji-bijian yang dapat memelihara kesehatan jantung karena merupakan sumber magnesium yang baik. Magnesium berfungsi merelaksasi otot-otot jantung untuk memelihara detak jantung yang regular dan hal ini dapat mencegah perubahan yang mendadak pada tekanan darah, mengurangi penggumpalan sel darah merah. Fosfor yang dikandung dalam millet memegang peranan dalam pembentuk struktur sel dalam tubuh, mineral matriks pada tulang, juga komponen essensial dari berbagai komponen yang paling pnting seperti pembentukan ATP, komponen asam nukleat (pembentukan DNA). Selain itu millet mengandung serat tidak larut yang tinggi sehingga dapat membantu wanita terhindar dari gallstone. Millet direkomendasikan untuk orang yang menderita celiac disease (gluten intolerance), yang mana mereka tidak bisa mengonsumsi gandum, rye, dan barley.
Suhu tanah pada millet setidaknya harus 65ºF dan sebaiknya lebih hangat, sebelum milet ditanam. Millet tumbuh pada well-drained loamy soils. Mereka tidak akan mentolerir water logged soil atau kekeringan ekstrim. Benih milet harus disimpan pada kelembaban 13% atau kurang. Standar butir federal belum ditetapkan untuk millet. Namun, benih millet berkualitas baik harus memiliki syarat minimal untuk kernel yang rusak dan relatif bebas dari benih gulma.
Milet sangat jarang di konsumsi karena milet memiliki kekasarannya, warna dan penampilan keseluruhan, dianggap sebagai makanan pokok masyarakat miskin, kesulitan dalam pengolahan di tingkat domestik, tidak bergengsi, tidak tersedianya makanan siap pakai atau mudah dimasak dari millets yang ada di pasaran.
V.                Manfaat Milet:
Di banyak negara, ini adalah sumber utama bahan pakan ternak. Ini adalah sumber makanan yang baik dibandingkan dengan makanan jagung untuk berbagai jenis hewan seperti unggas, itik, sapi. Selain itu tanaman milet dapat diolah menjadi tepung untuk mensubtitusi tepung beras, karena milet mengandung vitamin B dan beta karoten. Biji milet dapat dijadikan bahan minuman penyegar seperti milo dengan ditambahkan dengan coklat dan susu. Selain itu, pemanfaatan milet secara tradisional yang lain terdapat di Lombok dengan kerap kali dijadikan pangan seperti bubur dan bajet.


Daftar Pustaka
Olediran, J.O. 2009. Some physical properties of Millet( Pennisetum vlaucum) seeds as a fuction of moisture content. Nigeria. Journal
Prabowo, Bimo. 2010. KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG MILLET KUNING DAN TEPUNG MILLET MERAH. Universitas Negeri Sebelas Maret.

Thursday, May 18, 2017

MANGGA



1.      Tanaman Mangga
Mangga atau Mangifera indica L.  yang berarti tanaman mangga berasal dari India. Mangga pertama kali ditemukan oleh Alexander Agung di lembah Indus, India.Kata mangga sendiri berasal dari bahasa Tamil, yaitu mangas atau man-kay. Dari India, sekitar abad ke-4 SM, tanaman mangga menyebar ke berbagai negara, yakni melalui pedagang India yang berkelana ke timur sampai ke Semenanjung Malaysia. Pada tahun  1400 dan 1450, mangga mulai ditanam di kepulauan Sulu dan Mindanau, Filipina, di pulau Lizon sekitar tahun 1600, dan di kepulauan Maluku pada tahun 1665 (Pracaya, 2011)
              
Tanaman mangga (Mangifera indica L.) memiliki bagian yang terdiri dari akar, batang, bunga, daun, dan buah. Tanaman mangga merupakan tanaman berumah satu, karena bunga mangga dapat melakukan penyerbukan sendiri di mana tepung sari yang jatuh pada tampuk berasal dari pohon mangga itu sendiri. Kulit ari atau epdermis merupakan lapisan kulit yang amat tipis dari batang tanaman mangga yang masih muda. Apabila pohon bertambah tua, lapisan kulit tersebut akan dirubah menjadi lapisan gabus dan lapisan ini tidak akan bertumbuh kembali, melainkan akan mengalami pemecahan. Hal tersebut disebabkan pada bagian sebelah dalam kulit muncul lapisan gabus yang baru. Di dalam lapisan kayu tanaman mangga terdapat pembuluh kayu yang memiliki fungsi utuk membawa zat makanan dari akar ke atas. Di dalam lapisan kulit tanaman mangga terdapat pembulih lapisan yang berfungsi untuk membawa zat makanan dari daun ke tempat lain (Rohmaningtas, 2010).

Menurut Rohmaningtyas (2010) mengatakan bahwa bunga mangga terdiri dari dasar bunga, daun bunga, kelopak, benang sari dan kepala putik. Bunga majemuk yang tumbuh dari tunas ujung merupakan bunga mangga yang tumbuh dalam keadaan normal. Tunas yang bukan berasal dari tunas ujung tidak menghasilkan bunga, melainkan menghasilkan ranting daun. Daun tanaman mangga dibagi menjadi bagian yaitu badan daun dan tangkai daun. Daun tanaman mangga diselimuti oelh kulit tipis yang tidak mudah terlihat dengan mata telanjang yang disebut kulit ari. Terdapat mulut daun atau stomata pada kulit ari.

Daun mangga memiliki panjang keseluruhan berkisar 8,47 hingga 23,82 cm, lebar daun berkisar 3,22 hingga 6,04 cm dan luas daun berkisar 30,20 hingga 101,10 cm2 (Nilasari et al., 2013). Buah mangga terdiri dari tiga bagian yaitu kulit, daging, dan biji. Kulit buah mangga memiliki bobot antara 11-18%, biji 14-22% serta daging buah yang memiliki bobot antara 60-75% dari berat buah. Komponen utama dari buah mangga adalah karbohidrat (dalam bentuk gula), vitamin (seperti vitamin C, B, dan A), dan air.  Vitamin C pada buah mangga berkisar 13 mg hingga 80 mg/100 g berat tergantung pada varietasnya. Komoponen lain dari buah mangga adalah protein, mineral, berbagai macam asam, zat warna, tannin serta zat-zazt volatile (ester) yang memberikan bau khas yang harum (Safitri, 2012).

1.1  Klasifikasi Mangga
Klasifiasi dari tamanan mangga adalah sebagai berikut :
Divisi              : Spermatophya
Sub divisi        : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Family             : Anarcadiaceae
Genus              : Mangifera
Spesies            : Magifera spp
Pengelompokan mangga disusun berdasarkan sifat ciri yaitu antara lain bentuk buah, warna kulit buah muda, warna kulit buah masak, ukuran buah, warna daging buah masak, serat, bintik buah, letak tanggai, bentuk pangkal buah, bentuk pucuk buah, lekukan ujung buah, bentuk paruh buah, bentuk pelok, ketebalan daging buah, kadar air buah dan aroma buah (Kusumo et al., 1975).

Di Indonesia sediri, buah mangga memiliki beraneka macam bentuk rupa, rasa dan nama yang dijumpai di pasaran. Beragam bentuk dari yang bulat hingga lonjong serta variasi bobot buah mangga. Variasi buah mangga berkisar antara 0,1 – 3 kg. Bentuk ujung buah mangga yaitu, berparuh, berlekuk dalam, berlekuk dangkal maupun datar. Letak tangkai buah di tengah pangkal dan miring ke atas. Jenis mangga di Indonesia juga banyak, seperti Mangga Madu, Mangga Manalagi, Mangga Arumanis, Mangga Gedong dan masih banyak lagi.

1.2. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Mangga
Komponen daging buah mangga yang paling banyak adalah air dan karbohidrat. Selain itu juga mengandung protein, lemak, macam-macam asam, vitamin, mineral, tanin, zat warna, dan zat yang mudah menguap sehingga menciptakan aroma harum khas buah mangga.
Karbohidrat daging buah mangga terdiri dari gula sederhana, tepung, dan selulosa. Gula sederhananya berupa sukrosa, glukosa, dan fruktosa yang memberikan rasa manis dan bermanfaat bagi pemulihan tenaga pada tubuh manusia. Selain gula, rasa dan karakteristik buah mangga juga dipengaruhi oleh tanin dan campuran asam. Tanin pada buah mangga menyebabkan rasa kelat dan terkadang pahit. Tanin juga menyebabkan buah mangga menjadi hitam setelah diiris. Sementara itu, rasa asam pada buah mangga disebabkan oleh adanya asam sitrat (0,13-0,17%) dan vitamin C (Pracaya, 2011).

1.3. Kualitas berdasarkan SNI
No
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
Mutu 1
Mutu 2
1.
Keasaman sifat varietas
-
Seragam
Seragam
2.
Tingkat ketuaan
-
Tua, tapi tidak terlalu matang
Tua, tapi tidak terlalu matang
3.
Kekerasan
-
Keras
Cukup keras
4.
Ukuran
-
Seragam
Kurang seragam
5.
Kerusakan (jumlah/jumlah
-
Maks 5
Maks 10
6.
Kotoran (%)
-
Bebas
Bebas
7.
Busuk (jumlah/jumlah)
-
Maks 1
Maks 2
Sumber : SNI 01-3164-1992


1.4.  Karakteristik Fisiologi Buah Mangga
Karakteristik fisiologi buah mangga, adalah sebagai berikut :
a.   Buah mangga merupakan buah yang tergolong dalam kelompok buah klimaterik, ditandai dengan adanya peningkatan jumlah CO2 yang mendadak serta dihasilkan sebelum pematangan terjadi. Kondisi ini dapat terjadi ketika buah mangga masih terdapat di pohon atau telah buah mangga dipanen. Laju respirasi mangga akan semakin meningkat sampai mencapai puncak klimaterik dan segara menurut setelah mencapai puncak klimaterik.
b. Aktivitas fisiologi yang tinggi pada mangga menyebabkan perlu banyak sumber energi untuk mendukung aktivitas sel yang tinggi. Hidrolisis pati sudah mulai aktif, tetapi prosesnya belum selesai hingga buah mencapai puncak klimaterik. Kematangan buah yang siap di konsumsi pada kondisi segar, baru akan terjadi beberpa hari setelah buah mencapai puncak aktivitas biologisnya.  
c. Parameter lain yang dipakai untuk mengamati perubahan fisiologis buah yaitu produksi gas etilen. Etilen yaitu senyawa kimia yang secara alami diproduksi oleh buah dan hormon yang dapat mempercepat kebenyaian produk. Umumnya, buah – buahan mempunyai laju produksi gas etilen yang sejalan dengan laju respirasi (Sabari, 1989).

2.      Perubahan Kualitas Setelah Panen
Buah mangga tergolong buah klimaterik yang merupakan buah yang mempunyai  pola respirasi dengan diawali peningkatan secara lambat, selanjutnya meningkat dan menurun kembali setelah mencapai puncak. Buah klimaterik dipanen ketika mencapai pertumbuhan maksimum atau mature, tetapi belum matang atau uripe. Pematangan buah klimaterik dapat dipercepat pematangannya dengan melalui pemeraman. Proses pematangan buah klimaterik masih akan tetap berlangsung setelah buah dipanen atau dipetik dari pohon. Kerusakan pasca panen timbul ketika produk dalam proses transportasi
a.       Faktor eksternal antara lain benturan, tekanan selama pemanenan, dan penanganan setelah panen, serta gesekan antar buah maupun gesekan buah dengan dinding kemasan yang berlangsung selama proses transportasi
b.      Faktor internal antara lain laju respirasi dan produksi etilen, dimana buah mangga termasuk dalam buah klimakterik (Sjaifullah, 1996).

Etilen merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh (C2H4) pada suhu kamar berbentuk gas. Etilen dapat memenuhi persyaratan sebagai hormon karena dapat mempengaruhi suatu proses fisiologi tanaman, dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam tanaman dan merupakan senyawa organik. (Wills dkk, 1989). Etilen mempunyai pengaruh yang tidak diinginkan pada kualitas dari buah-buahan segar. Karena produksi etilen distimulasi oleh perlakuan-perlakuan secara fisik yang digunakan dalam pemprosesan sehingga perlu untuk menghilangkan etilen dalam lingkungan penyimpanan untuk meningkatkan umur simpan dari buah mangga segar (Eduardo V, et al, 2007). Etilen sudah diketahui sejak tahun 1934 sebagai hormon yang aktif dalam pematangan buah (Gane, 1934; Chocker dkk, 1935 dalam Kartasaputra, 1989). Peranan suhu penyimpanan bagi komoditas hortikultura khususnya di daerah tropis sangat besar karena hal itu akan mempengaruhi kerusakan pasca panen

Total kehilangan hasil pada buah manga akibat penanganan pasca panen yang kurang tepat diperkirakan mencapai 30% (Setyadjit dan Sjaifullah, 1992). Kehilangan hasil disebabkan oleh penanganan yang kurang baik atau terjadinya proses respirasi, transpirasi dan perubahan fisik lain selama penyimpanan yang menyebabkan mutu buah berangsur-angsur menurun (Pantastico,1993). Pengendalian suhu dapat mengendalikan kematangan buah, kelayuan, mencegah kerusakan oleh mikrobia serta perubahan tekstur komoditi yang disimpan. Penurunan suhu dapat menurunkan laju respirasi, laju transpirasi maupun proses oksidasi kimia sehingga pendinginan dianggap merupakan cara ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buahbuahan dan sayuran (Buckle dkk. 1987 dalam Priyanto,1988). Dalam mencegah kerusakan maka umur simpan buah sangat dipengaruhi oleh laju respirasi. Laju respirasi dapat dikendalikan antara lain dengan memanipulasi kandungan gas O2 atau CO2 dalam kemasan atau ruang penyimpanan. Dengan menurunkan konsentrasi O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2, maka laju respirasi dapat diperlambat sehingga umur simpan dapat diperpanjang.

Di Jawa Tengah produksi buah mangga tinggi namun belum termanfaatkan secara maksimal. Oleh sebab itu, dengan angka tersebut menunjukan bahwa buah mangga masih sangat besar untuk dijadikan bahan olahan pangan (Fitmawati et al., 2009). Berbagai olahan bahan dasar mangga yang dapat diolah sari buah mangga, keripik mangga, manisan, bolukue mangga dan lain sebagainya. Buah mangga dapat menjadi produk potensial khususnya bagi para pelaku industri di bidang pangan. Penggolahan mangga dapat dijadikan pasta buah. Proses penggolahan pasta mangga menggunakan jenis mangga Podang Urang. Di dalam proses pengolahan tersebut digunakan dekstrin, karena dekstrin mudah larut dalam air, lebih cepat terdispersi, kental dan lebih stabil daripada pati (Kumalaningsih et.al., 2004). Pasta buah merupakan produk intermediate (produk antara) yang dapat digunakan secara luas pada industri makanan dan minuman. Oleh karena itu, produk ini dapat mempercepat perkembangan pangan fungsional (Mayasari, 2009).

Pemanfaatan mangga yang lain adalah yoghurt drink. Yoghurt drink merupakan jenis yoghurt yang bertekstur encer dan dapat langsung diminum, seperti susu segar (Astawan, 2008). Pemanfaatan ini dapat menjadi salah satu cara divertifikasi youghurt drink dan untuk meningkatkan kualitas yoghurt drimk. Monosakarida di dalam ekstrak buah mangga sebagai perisa alami pada yoghurt drink  dapat dimanfaatkan bakteri asam laktat sebagai sumber karbon untuk membelah diri, maintenance dan menghasilkan produk metabolik yang berupa asam laktat, akibatnya dapat mempengaruhi total asam, viskositas dan kesukaan dari orang yang mengkonsumsi. Dengan pemanfatan buah mangga sebagai yoghurt drink dapat dijadikan sebagai suatu ciptaan dari suatu inovasi produk yoghurt drink yang berkualitas dengan memanfaatkan buah lokal Jawa Tengah.


DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. 2008. Sehat dengan Hidangan Hewani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Fitmawati., A.Hartama dan Bambang S.Purwoko. 2009. Taksonomi Mangga Budidaya Indonesia dalam Praktik. J. Agrom. Indonesia ; Vol. 37 (2) : 130 - 127.

Kumalaningsih., Sri., Suprayogi dan Beni Yudha. 2004. Membuat Makanan Siap Saji. Trubus Agrisarana Surabaya.

Kusumo, S., R.Suhendro, S. Purnomo, T. Suminto. 1975. Mangga. Puslitbang. Hortikultural-Pasarminggu. Departemen Pertanian, Jakarta.

Mayasari, O. 2009. Pasta Fungsional Dari Buah Tin (Ficus carica L) Berpotensi Menengah Penyakit Kardiovaskular dan Kanker, Institut Pertanian Bogor.

Nilasari, A., J.B.S. Heddy dan T. Wardiyati. (2013). Identifikasi keragaman morfologi daun Mangga (Mangifera indica L.) pada tanaman hasil persilangan antara Verietas Arumanis 143 dengan Podang Urang umur 2 tahun. Jurnal Produksi Tanaman, 1(1) : 61-69.
  
Pracaya. 2011. Bertanam Mangga. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rohmaningtyas, D. (2010). Perbanyakan tanaman mangga dengan teknik okulasi di kebun benih tanaman pangan dan hortikultura Tejomantri Wonorejo Polokarto Sukoharjo. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Sabari, 1989. Karakteristik Fisik dan Kimia Buah dalam Mangga. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta.

Safitri, A.A. (2012). Studi pembuatan fruit leather mangga-rosella. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Syaifullah, 1996. Petunjuk Memilih Buah Segar. Cetekan Pertama. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. 



Disusun oleh 
Margaretha Erica                    13.70.0053

Vicky Widia                            13.70.0146

Azahra Arum Nurulchusna     14.I1.0013

Irawati Febriyana                    14.I1.0034
Rachel Upeka  A                     14.I1.0162