Saturday, July 15, 2017

JENANG ABANG PUTIH

Andy Susanto              13.70.0085
Fanny Kosasih            13.70.0194
Petra Adventia             14.I1.0016
Maria Puspita Ayu W  14.I1.0142
Sandra Meliana           14.I1.0209
1.        Pendahuluan
Kini adat istiadat menjadi kurang penting dalam kehidupan modern danupacara pernikahan adat makin jarang dilakukan. Padahal pernikahan adalah peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan seseorang dan upacara-upacara yang dilaksanakan didalam pernikahan merupakan adat dan tradisi yang perlu dilestarikan. Tradisi atau ritual (Koentjaraningrat1984) adalah system aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Adat (Kamus Besar Indonesia, 2002) adalah aturan (perbuatan) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala: cara (kelakuan) yang sudah menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilainilai budaya, norma, hukum dan aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Pada upacara pernikahan adat jawa terdapat beberapa jenis makanan tradisional yang harus ada pada upacara tersebut, salah satunya adalah jenang abang putih atau biasa disbetu juga bubur Sengkolo.

2.        Arti Jenang Abang Putih (Bubur Sengkolo)
Selain sebagai bagian dari kuliner khas masyarakat Jawa, jenang juga mempunyai peran penting dalam ritual-ritual tradisi yang ada di tengah masyarakat. Jenang sering dijadikan simbol, untuk membawakan pesan-pesan moral dibalik segala ritual-ritual tradisi tersebut, agar lebih mudah dipahami. Jenang yang bisa dikatakan selalu hadir disetiap ritual tradisi masyarakat jawa adalah “Jenang Abang-Putih”. Jenang ini mempunyai dua warna, yang satu berwarna putih dengan rasa original dan yang lain berwarna merah yang dihasilkan dari tambahan gula merah. Jenang ini melambangkan menyatunya dua unsur yang saling bertolak belakang, namun bisa menghasilkan kekuatan guna memperoleh keselamatan. Arti simbolis inilah yang diharapkan akan menyertai berjalanannya setiap upacara adat yang akan dilangsungkan. Jenang Abang Putih hadir sebagai bagian dari sesaji saat diadakan upacara-upacara seperti, pernikahan, pindahan rumah, ganti nama, dan ulang tahun. Jenang abang-putih atau bubur sengkolo merupakan bubur dengan warna putih yang merupakan lambang dari bibit asal muasal kejadian manusia selepas Bapa Adam dan Ibu Hawa yaitu diciptakan Allah melalui perantaraan darah merah dan darah putih dari bapak ibu. Harapan dari bubur sengkolo adalah mudah-mudahan yang memiliki hajad tersebut “kali sing sambikolo” terlepas dari segala arah bahaya, baik keluarganya maupun keturunannya.





  
         


3.        Proses Pengolahan Jenang Abang Putih (Bubur Sengkolo)
3.1.  Bahan Jenang abang
  • butir kelapa (buat santan)
  • 300 gram gula merah iris iris
  • 300 gram beras kualitas baik, cuci hingga bersih
  • 1 lembar daun pandan simpulkan
  • garam secukupnya
  • daun pisang untuk alas bubur
3.2.  Cara membuat Jenang Abang
  1. Kita panaskan santan, beras yang telah dicuci, garam dan juga daun pandan.
  2. Masak sambil terus diaduk aduk hingga menjadi bubur.
  3. Kita ambil sedikit bubur berwarna putih untuk menjadi bubur putih.
  4. Kemudian bubur yang lain kita tambahkan dengan irisan gula merah, panaskan sambil terus diaduk aduk hingga merata. Angkat.
  5. Penyajian ambil piring dan alasi diatasnya dengan daun pisang kemudian taruh bubur berwarna merah dan beri tambahan bubur putih diatasnya sedikit saja.
  6. Sajikan dengan santan dan pastinya menjadi bubur merah yang sangat lezat.

3.3.   Bahan Jenang Putih
  5 sdm tepung beras
  500 ml air
  ¼ sendok makan garam
  250 ml santan kental
  100 gr gula merah
  2 lbr daun pandan     

3.4.   Cara Membuat Jenang Putih
1.         Larutkan tepung beras dg 100 ml air dingin hingga tercampur rata
2.          Rebus 400 ml air hingga mendidih, kemudian masukkan gula merah
3.         Setelah gula merah larut, masukkan larutan tepung beras sambil terus diaduk rata
4.         Selanjutnya masukan ¼ sendok garam, 2 lembar pandan dan 250 ml santan kental
5.         Masak hingga mengental, setelah itu matikan kompor dan sajikan.




4.        Kualitas Bahan yang diperlukan untuk Menghasilkan produk Pangan yang Baik
4.1.  Gula Merah
Gula merah merupakan gula yang dibuat dari nira dengan sumber fungsi yang tinggi (Prasetya, 2016). Nira merupakan cairan yang jernih yang dihasilkan  dari malai bunga kelapa, aren, siwalan atau yang lebih dikenal dengan lontar, nipah, dan gewang yang disadap (Sunantyo & Sri, 1997). Komposisi nira kelapa terdiri atas air sebanyak 75-90%, sakarosa 13-17% dan protein sebanyak 0,02-0,03%, dan sisanya merupakan komponen bahan organik dan anorganik seperti karbohidrat, asam amino, zat pewarna, lemak dan juga garam mineral (Woodroof, 1970). Pembuatan gula merah sendiri memiliki prinsip yaitu dengan cara menguapkan uap air yang terkandung di dalam nira hingga tingkat kekentalan tertentu, kemudian nira kental dicetak dengan menggunakan cetakan (Suhardiyono, 1991). Gula merah kelapa memiliki warna yang cenderung kecoklatan karena mengalami aktivitas pencoklatan selama pengolahan baik melalui reaksi maillard ataupun karamelisasi (Nengah, 1990).

Mutu gula merah ditentukan oleh sifat kimia dan juga penampilannya yang meliputi bentuk, rasa, warna, dan tekstur. Faktor yang mempengaruhi tekstur dari gula merah yaitu kadar air, kadar gula pereduksi, dan adanya bahan lain seperti minyak dan juga pati (Aryati, 2005). Standar syarat kualitas dari gula merah, yaitu sebagai berikut.
Keadaan
Satuan
Persyaratan (%)
Bentuk

Normal
Bau

Normal
Rasa

Normal dan khas
Warna

Kuning hingga kecoklatan
Bagian tidak larut air
%bb
Maks. 1,0
Air
%bb
Maks. 10,0
Abu
%bb
Maks 2,0
Gula reduksi
%bb
Maks. 10,0
Sukrosa
%bb
Min. 77,0
Cemaran logam


Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 2,0
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 10,0
Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 40
Timah (Sn)
mg/kg
0
Raksa (Hg)
mg/kg
Maks. 0,03
Arsen (Ag)
mg/kg
Maks. 40,0
(BSN, 1995)

4.2.  Santan
Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih, yang diperoleh dengan cara memeras daging kelapa segar yang telah diparut atau dihancurkan dengan atau tanpa penambahan air. Ciri ciri santan yang baik yaitu santan berwarna putih, masih baru dan tidak berbau. (Tansakul dan Chaisawang, 2006). Daya simpan santan berhubungan dengan kandungan lipida dalam santan yang mudah teroksidasi sehingga menyebabkan ketengikan. Santan tersusun dari berbagai senyawa asam lemak dan jika terkontaminasi dengan udara dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Selain kandungan lipida santan juga mengandung air. Air dan lipida memisah, lipida berada pada bagian atas dan air berada pada bagian bawah. Akibat pemisahan partikel tersebut lipida yang berada pada bagian atas tersebut mudah sekali mengalami oksidasi karena kontak langsung dengan udara. Hal ini menjadikan santan mudah mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan pemanasan.  Pemanfaatan santan dalam produksi makanan olahan sering menghadapi permasalahan yaitu terjadi pemecahan santan ketika dipanaskan. Pecahnya santan dapat dilihat dari terbentuknya gumpalangumpalan putih di permukaan, rasa gurih dari santan berkurang menyebabkan cita rasa produk olahan berubah dan penampilannya menjadi kurang menarik. Hal ini bisa dicegah dengan melakukan pengadukan selama santan tersebut dipanaskan dan penggunaan api kecil selama pemasakan santan.Buah kelapa dengan tingkat kematangan paling tua merupakan buah yang paling baik untuk dijadikan santan dan buah kelapa tua berumur antara 11-13 bulan, akan tetapi belum diketahui apakah tingkat kematangan tua segar (11 bulan), tua sedang (12 bulan) atau tua kering (13 bulan) yang paling baik untuk bahan baku santan. (Yusra, 1998). Selain itu bedasarkan SNI (2009), batas maksimum mikroba dalam santan yaitu Salmonella sp. negatif/25 g dan Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g.

4.3.  Tepung Beras
Karakter beras secara umum dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik padi merupakan faktor utama penentu karakter gabah dan beras. Ukuran dan bentuk, warna, pengapuran (chalky), kandungan amilosa-amilopektin, konsistensi gel, suhu gelatinisasi, dan aroma beras merupakan karakter yang diturunkan secara genetik. Faktor lingkungan yang mempengaruhi karakter varietas antara lain adalah butir kuning rusak, butir hijau mengapur, butir retak, dan kadar air beras (Anonim 2003). Menurut Suherman (1999), karakteristik umum yang banyak mempengaruhi mutu beras di pasaran adalah (1) ukuran dan bentuk, (2) derajat sosoh, (3) keterangan, (4) kebersihan dan kemurnian, (5) kepulenan dan aroma. Beras, tidak seperti kebanyakan sereal lainnya, dikonsumsi dalam bentuk butiran utuh. Dengan demikian sifat fisik beras seperti ukuran, bentuk, keseragaman, dan kenampakan juga berperan penting dalam hal mutu (Anonim 2003).

Karakteristik fisikokimia beras berperan terhadap mutu tanak (cooking quality) dan mutu rasa (eating quality) nasi. Salah satu komponen penting dan sangat menentukannkarakter fisikokimia beras adalah adanya amilosa. Kandungan amilosa beras menurut Kumar dan Khush (1986) terdiri atas amilosa rendah (8-20%), sedang (21-25%), dan tinggi (>25%). Beras dari unit penggilingan termasuk berkadar amilosa sedang atau tergolong pulen. Tingkat kepulenan nasi berkorelasi negatif dengan kadar amilosa beras. Semakin tinggi kadar amilosa beras makin rendah tingkat kepulenan nasinya (pera). Kandungan amilosa di dalam beras juga berpengaruh (berkorelasi positif) terhadap cooking characteristic yang lain, yaitu pengembangan volume dan penyerapan air nasi selama ditanak. Rasio pengembangan volume dan penyerapan air nasi semakin besar dengan semakin tingginya kadar amilosa (Dela Cruz, 2002). Selain amilosa, konsistensi gel juga merupakan salah satu karakter yang menentukan mutu rasa (eating quality). Konsistensi gel beras merupakan karakter yang akan menunjukkan tekstur nasi setelah dingin.
Sifat konsistensi sedang tersebut menunjukkan bahwa nasi memiliki tekstur sedang (tidak keras dan tidak lunak). Karakteristik konsistensi gel beras seperti ini lebih dominan diturunkan oleh sifat genetik padi. Menurut Singh et al. (2003), perbedaan tekstur antarvarietas terkait erat dengan perbedaan kandungan amilosa, perbandingan rantai panjang dan pendek molekul amilopektin, serta struktur granula pati. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Reddy et al. (1993), yang menyatakan bahwa beras dengan kadar amilosa tinggi dan memiliki amilopektin rantai panjang cenderung mempunyai tekstur nasi yang keras. Sebaliknya, beras yang memiliki kadar amilosa rendah dan amilopektin rantai pendek cenderung mempunyai tekstur nasi yang lunak. Karakter fisikokimia (cooking & eating quality) juga dipengaruhi oleh komponen protein (nutrition quality) beras. Menurut Ishima et al. (1984), protein beras dinyatakan sebagai komponen sekunder yang ikut menentukan eating quality, yaitu akan mempengaruhi tekstur nasi. Beras dengan kadar protein yang tinggi cenderung menghasilkan nasi yang keras.

Kandungan energinya mencapai 360 kalori per 100 gram. Beras adalah sumber protein yang baik dengan kandungan protein 6,8 gram per 100 gram. Itulah sebabnya, di Indonesia, dalam neraca makanan, sumbangan beras terhadap energi dan protein masih sangat tinggi: lebih dari 55 persen. Seseorang yang makan beras dalam jumlah cukup pasti tidak akan kekurangan protein (Suhartiningsih, 2004). Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi, makanan pokok terpenting warga dunia. Beras juga digunakan sebagai bahan pembuat berbagai macam makanan. Bidang industri pangan, beras diolah menjadi tepung beras. Proses pengolahan tepung beras sangatlah mudah, beras ditampi atau diayak untuk menghilangkan kotoran seperti kerikil dan gabah. Beras dapat dicuci terlebih dahulu sampai bersih, setelah itu ditiriskan dan dikeringkan sehingga menghasilkan beras yang lembab. Selanjutnya beras lembab ini, digiling sampai halus dengan menggunakan penggiling hammer mill yang berpenyaring 80 mesh. Beras lembab ini lebih mudah dihaluskan sehingga penggilingannya lebih cepat dan hemat energi. Setelah digiling, tepung beras perlu dijemur atau dikeringkan sampai kadar air dibawah 14%.

4.4.  Daun Pandan
Di Indonesia banyak terdapat daun pandan yaitu daun pandan duri, pandan wangi, pandan melintir dan pandan laut. Sedangkan pandan yang digunakan untuk memasak adalah daun pandan wangi. Ciri dari daun pandan wangi adalah tekstur dari daun tersebut adalah halus, tepi dari daunnya tidak tajam, berwarna hijau cerah serta tercium bau wangi. Dalam pemilihan daun pandan wangi adalah daun pandan yang dipilih harus daun pandan yang segar. Ciri dari daun pandan yang segar adalah daun berwarna hijau cerah, bertekstur halus tanpa noda hitam serta aroma wangi yang kuat. Hal ini dikarenakan dipasaran dijual 2 jenis daun pandan yaitu yang kering dan segar.
Pandan wangi memiliki aroma yang khas pada daunnya. Komponen aroma dasar dari daun pandan wangi itu berasal dari senyawa kimia 2-acetyl-1-pyrroline (ACPY) yang terdapat juga pada tanaman jasmin, hanya saja konsentrasi ACPY pada pandan wangi lebih tinggi dibandingkan dengan jasmin (Cheetangdee dan Siree, 2006). Pandan wangi memiliki senyawa metabolik sekunder yang merupakan suatu senyawa kimia pertahanan yang dihasilkan oleh tumbuhan di dalam jaringan tumbuhannya, senyawa tersebut bersifat toksik dan berfungsi sebagai alat perlindungan diri dari gangguan pesaingnya (hama) (Magdalena, 2009). Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) mengandung alkaloida, saponin, flavonoida (Dalimartha, 2009). Alkaloid pada serangga bertindak sebagai racun perut serta dapat bekerja sebagai penghambat enzim asetilkolinesterase sehingga mengganggu sistem kerja saraf pusat, dan dapat mendegradasi membran sel telur untuk masuk ke dalam sel dan merusak sel telur (Cania, 2013). Selain itu, senyawa flavonoid juga memiliki sifat anti insektisida yaitu dengan menimbulkan kelayuan syaraf pada beberapa organ vital serangga yang dapat menyebabkan kematian, seperti pernapasan (Dinata, 2005). Flavonoid yang bercampur dengan alkaloid, phenolic dan terpenoid memilki aktivitas hormon juvenil sehingga memiliki pengaruh pada perkembangan serangga (Elimam dkk., 2009). Saponin juga merupakan entomotoxicity yang dapat menyebabkan kerusakan dan kematian telur, gangguan reproduksi pada serangga betina yang menyebabkan adanya gangguan fertilitas (Chaieb, 2010). Dalam beberapa penelitian dilaporkan bahwa saponin konsentrasi rendah dapat menyebabkan gangguan pengambilan makanan, penurunan pertumbuhan dan kematian sedangkan dalam konsentrasi tinggi akan bersifat toksik (Davidson, 2004). Selain itu, saponin juga diketahui mempunyai efek anti jamur dan anti serangga (Ary dkk., 2009).



5.        Daftar Pustaka
Ary B. Pemanfaatan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebagai Larvasida Alami Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Aryati, A. (2005). Pengaruh Cara Pelapisan dan Lama Simpan Terhadap Kadar Air, Tekstur dan Penamppakan Gula Kelapa. Skripsi. Universitas Lampung.

Badan Standar Nasional. (1995). Syarat Mutu Gula Merah : SNI 01-3743-1995.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2009. SNI 3549:2009. Syarat Mutu Tepung Beras. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Cania, E. 2013. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia) Terhadap Larva Aedes aegypti. Medical Journal of Lampung University Vol. 2 No. 14 Juli 2017: 52-60 .

Chaieb, I 2010 Saponins as insecticides: a review, Tunisian Journal of Plant Protection, Tuinisia.

Cheetangdee, V dan Siree C. 2006. Free Amino Acid and Reaching Sugar Composition of Pandanus Leave (Pandanus Ammaryllifolius Roxb). Thailand: Kasetsart University.

Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1. Jakarta : Trubus Agriwidya.

Davison, G.C., Neale, J.M., et al. 2004. Abnormal Psichology, Ninth Edition. USA. John Wiley&Sons, Inc.
Dela Cruz, N.M. 2002. Rice grain quality evaluation procedures. Methods currently in use in thePBGB (Plant Breeding, Genetic and Biochemistry) grain quality laboratory. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines: 9p

Dinata, Arda. 2005. Ekstra Kulit Jengkol Atasi Jentik DBD. Diakses: 14 Juli 2017.

Elimam AM., Elmanik KH, Ali FS. 2009. Larvacidal, adult emergence inhibition and pviposition detterent effect of foliage extract from Ricinus communis L. against Anopheles arabiensis and Culex quinquefasciatus in Sudan. Tropical Biomedicine. 26(2): 130-139.

Ishima, T., H. Taira, and K. Mikoshiba. 1984. Effect nitrogenous fertilizer application and protein content in milled rice on organoleptic quality of cooked rice. In S. Kawamura et al. 2003. Development of an automatic rice-quality inspection system. Computer and Electronics in Agriculture 40.

Nengah. (1990). Kajian Reaksi Pencoklatan Termal pada Proses Pembuatan Gula Merah dari Nira dan Aren. Tesis. Program Pasca Sarjara IPB.

Prasetya, Novi. (2016). Pembuatan Gula Merah dari Tebu. Jurnal Nasional Ecopedon Vol. 3 No. 1 : 17-20.

Reddy, K.R., S.Z. Ali, and K.R. Bhattacharya. 1993. The fne structure of rice starch amylopectin and its relation to the texture of cooked rice. Carbohydrate Polymers 22:267-275.

Singh, N., N.S. Sodhi, M. Kaur, and S.K. Saxena. 2003. Physicochemical, morphological, thermal, cooking and textural properties of chalky and translucent kernels. Food Chemistry 82:433-439.

Suhardiyono, L. (1991). Tanaman Kelapa: Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.

Suhartiningsih, W. 2004. Mewaspadai Jebakan Swasembada Beras. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suherman, D. 1999. Peningkatan nilai tambah pada prosesing produk tanaman pangan (beras). Makalah Seminar Strategi Peningkatan Nilai Tambah Komoditi Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Antisipasi Pasar Global Era Milenium III. Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jakarta. 9p.

Sunantyo dan Sri Utami. (1997). Suatu Upaya Peningkatan Kualitas Gula Merah Nabati Non Tebu.

Tansakul,A dan P.Chaisawang.2006. Thermophysical properties of coconut milk. J.Food Enginnering 73:276-280.

Woodroof, J.G. (1970). Coconut:Production. Processing Product. The AVI Publishing Company. Inc. Connecticut.

Yusra, K. 1998. Pengaruh Penambahan Rimpang Laos (Alpina Galanga L.Wild) dan Kunyit (Curcuma domestica VAL) Terhadap Karakteristik Santan Berbumbu Selama Penyimpanan. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang


6.        Lampiran (Refleksi)
Andy Susanto 13.70.0085
Pembelajaran yang saya dapat pada saat saya mengerjakan tugas ini adalah saya mulai mengerti apa saja makanan yang terdapat pada pernikahan adat jawa. Selain itu saya juga mengetahui proses pembuatan makanan tersebut mulai dari bahan dasar hingga proses pengolahan dan tau bahan dasar yang baik yang akan digunakan dalam proses pembuatan makanan jenang abang putih. Dari tugas ini saya juga tau akan makanan dari Indonesia terutama yang terdapat pada pernikahan adat jawa akan tetapi masyarakat jaman sekarang ini mulai meninggalkan tradisi tersebut dan menggantinya dengan hal yang baru. Sehingga secara tidak langsung akan mematikan tradisi makanan yang terdapat pada adat jawa.

Fanny Kosasih 13.70.0194
Refleksi yang saya dapat dari tugas ini adalah saya jadi mengerti banyak tatanan yang harus dilakukan saat upacara adat Jawa serta berbagai filosofinya. Semua yang dilakukan mengandung makna hingga makanan yang disajikan wajib dihidangkan karena memiliki makna yang berbeda pada tiap-tiap sajian. Pada jaman sekarang kekhasan tersebut mulai ditinggalkan karena beberapa alasan seperti kurang praktis, terlalu rumit, dan lain sebagainya. Dari tugas ini saya dapat belajar salah satu makanan khas yang wajib ada diupacara pernikahan adalah jenang abang merah atau biasa disebut juga bubur sengkolo. Bubur ini memiliki makna lambang dari bibit asal muasal kejadian manusia selepas Bapa Adam dan Ibu Hawa. Harapan dari bubur sengkolo adalah mudah-mudahan yang memiliki hajad baik keluarga maupun keturunannya nanti terlepas dari segala arah bahaya.



Petra Adventia             14.I1.0016
Dengan adanya tugas ini, saya jadi memahami bahwa adanya makanan tradisional pada adat perkawinan Jawa ini rupanya tidak sekedar menjadi makanan pelengkap, namun juga memiliki filosofi tersendiri. Maksud dari makanan tersebut membawa harapan dan doa bagi orang yang ingin menikah. Saya merasa bahwa dengan makanan yang disajikan saat perkawinan ini, sudah menjadi hal yang “wajib” ada untuk mendoakan mempelai. Hal ini bagus, karena makanan memiliki nilai lebih tidak hanya sekedar bersifat untuk mengenyangkan namun juga memiliki makna lainnya yakni doa dan harapan, sehingga dapat mengajarkan bahwa sesungguhnya makanan itu perlu dihormati dan disyukuri. Mungkin saat ini sudah mulai berkurang orang yang menikah menggunakan adat Jawa dan masih mempertahankan budaya dengan makanan tradisionalnya, namun dengan filosofi yang ada, saya merasa bahwa perlu dipertahankan kebudayaan ini agar tetap menjaga dan mempertahankan keanekaragaman makanan tradisional yang perlahan sudah mulai menghilang dan susah dicari.

Maria Puspita Ayu W. 14.I1.0142

Dari tugas mengenai makanan tradisional adat Jawa yang digunakan dalam perayaan pernikahan adat Jawa, saya menjadi mengerti dan memahami makanan-makanan terutama makanan tradisional yang sering digunakan atau “disuguhkan” dalam perayaan pernikahan adat Jawa. Dalam mengerjakan tugas ini, saya menggunakan pula sumber dari internet, dan menjadi sedikit lebih paham mengenai makanan tradisional terutama makanan tradisional yang kelompok saya pilih yaitu Jenang Abang Putih atau juga biasa dikenal dengan nama Bubur Sengkolo. Dalam pengerjaan tugas yang dilakukan secara kelompok, saya juga dapat menjalin komunikasi yang baik dalam pengerjaan tugas ini. Kesan yang saya dapatkan adalah meskipun sekarang kehidupan berubah menjadi serba modern, akan lebih baik jika tetap ingat mengenai hal-hal tradisional, sehingga dengan adanya tugas ini saya kembali menjadi lebih paham tentang budaya pernikahan adat Jawa beserta makanan tradisional yang digunakan dalam penyelenggaraan pernikahan adat Jawa.

Refleksi Sandra Meliana         14.I1.0209

Refleksinya dari tugas yg dibuat dapat mengetahui salah satu makanan tradisional yang sering disajikan dalam pernikahan adat jawa yaitu jenang abang putih dan juga dapat mengetahui kualitas yang baik untuk dipakai dalam pengolahan beras yaitu dengan penambahan gula merah, santan, dan pandan untuk menghasilkan rasa yang khas dari makanan tradisional ini. Dalam makanan ini beras merupakan bahan utama yang kemudian diberi santan dan pandan untuk membuatnya. Makanan ini biasanya disajikan dengan bubur putih dan bubur merah yang berawarna coklat muda. Coklat muda ini didapat dari gula jawa, sehingga adanya perpaduan rasa asin dan manis. Dalam pembuatan tugas ini juga dapat mengetahui nilai gizi dan karakteristik dari setiap bahan-bahan dalam pembuatan makanan jenang abang putih.

1 comment: